MINUT Nusantaraline.com – Balai Penelitian dan Pengembangan (BRPM) Tanaman Palma bekerja sama dengan Persatuan Wartawan (Pewarta) Deprov Sulawesi Utara (Sulut) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Produktivitas dan Tantangan Tanaman Kelapa di Sulawesi Utara”.
Kegiatan ini digelar di kebun milik Kementerian Pertanian yang juga menjadi lokasi kantor BRPM Tanaman Palma, Jumat (25/7/2025).
Ir Julius Jems Tuuk, Ketua Panitia sekaligus Presdir LSM Peduli Petani, Peternak, Nelayan Sulut, menyatakan bahwa kelapa merupakan komoditas pertanian penting di Indonesia, termasuk Sulawesi Utara. Namun, ia menyayangkan fenomena penebangan pohon kelapa yang mengakibatkan potensi kerugian hingga Rp7 triliun per tahun.
“Daerah kita dikenal sebagai ‘nyiur melambai’, tetapi kejayaan kelapa harus dihidupkan kembali,” tegas Tuuk.
Ia mendorong pemerintah dan stakeholder terkait untuk segera mengambil langkah strategis, termasuk peremajaan lahan dan penyediaan bibit.
Tuuk mengungkapkan, terdapat 107.000 hektar lahan tidur dan lahan kelapa yang perlu diremajakan di Sulut. Untuk itu, dibutuhkan sekitar 11 juta bibit.
Namun, menurut Plt. Kadis Perkebunan Sulut, Ronald Sorongan, ketersediaan bibit saat ini hanya 18.000 per tahun jauh dari kebutuhan.
“Jika ada anggaran Rp350 miliar untuk penyediaan bibit dalam lima tahun, kejayaan kelapa Sulut bisa kembali dengan nilai ekonomi mencapai Rp4 triliun,” ujar Tuuk, seraya meminta Dinas Perkebunan segera berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk memetakan lahan dan membentuk kelompok tani.
Lucky Kiolol dari PT Royal Coconut menyambut baik FGD ini.
“Jika kelapa bisa bertahan, ekonomi daerah akan tumbuh,” ujarnya.
Sementara itu, Edwin Monding dari Asosiasi Petani Kelapa Sulut (APEKSU) menyoroti masalah pembiayaan dan mekanisme kredit bagi petani. Ia juga menegaskan penolakan terhadap masuknya kelapa sawit ke Sulut, mengingat pentingnya menjaga komoditas kelapa lokal.
Kepala Dinas Perkebunan Sulut, Ronald Sorongan, menekankan perlunya jaminan harga kopra yang stabil untuk melindungi petani. “Pemerintah perlu intervensi jika harga dipermainkan pedagang,” katanya.
Ia juga mengusulkan agar industri kelapa dalam menyisihkan 20% produksinya untuk kebutuhan lokal.
Kepala BRPM Tanaman Palma, Dr. Steivie Karouw STP MSc berharap FGD ini menjadi langkah awal untuk menyusun strategi pemulihan sektor perkebunan kelapa di Sulawesi Utara. Dengan sinergi antara pemerintah, petani, pelaku usaha, dan peneliti, diharapkan “nyiur melambai” Sulut dapat kembali berjaya.
“Kami percaya, meja berat bisa terangkat jika banyak yang membantu. Filosofi tree of life melekat pada kelapa di Sulut, karena seluruh bagiannya bermanfaat bagi manusia. BRPM siap berkolaborasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” ungkapnya.
(Ain)