“Menikmati Wisata Wajah – Once Again”

Berita, Headline, Manado701 Dilihat

Teddy Tandaju, SE., MBA (ADV.).
Certified Business Coach & Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Unika De La Salle Manado

SAAT ini tentunya seluruh provinsi di Indonesia sedang dihiasi dengan berbagai jenis baliho/billboard para calon anggota legislatif dan calon Presiden Republik Indonesia 2024. Hal serupa terjadi juga di Provinsi Sulawesi Utara, khususnya di ibukota, Manado. Di berbagai sudut kota telah ‘didekorasi’ dan dipenuhi dengan baliho para calon yang tentunya sudah dengan tampilan khusus. Pajangan baliho bahkan ‘baku susun’ dan saling tumpuk satu dengan lainnya membuat suasana tepi jalan raya semakin meriah. Begitulah keadaan kota Manado saat ini dan banyak kota lainnya penuh dengan dekorasi wajah.

Saya jadi ingat beberapa waktu lalu, ada teman lama saya yang berkunjung ke kota Manado dan terus bertanya “Who is he?, who is she?, who are they?”.

Itulah pertanyaan yang sekali-kali dilontarkan teman saya selama menemaninya menikmati wisata Kota Manado dan sekitarnya. Beraneka ragam wajah para caleg dengan kostum (formal & casual), ekspresi wajah yang telah dipoles kosmetik, tatanan rambut dan gaya berphoto yang beragam pula; senyum, ketawa, melambaikan tangan, wajah yang bahkan terlihat telah diedit dengan campuran warna yang tantalising & eye-catching (menarik perhatian), bahkan para caleg inipun memiliki nama-nama yang juga unik (kebarat-baratan atau nama dengan ‘muatan lokal’.

“Wow.. I am impressed with this,” ungkap teman saya.

Saya tidak akan membahas tentang asal partai politik ataupun asal wilayah para wajah-wajah di baliho tersebut. Namun, sebagai seorang pemerhati pariwisata, saya jadi teringat akan teori yang dibahas guru pariwisata dunia asal Australia, Prof. Neil Leiper bahwa ‘suatu atraksi wisata adalah apa saja yang menarik perhatian seorang turis untuk di-‘alami’ yang akan memberikan suatu pengalaman dan kesan tertentu. Ungkapan ini sejalan dengan yang ditampilkan dalam www.tourismtheories.org/?p=819: “A tourist attraction can be viewed as the relationship with its visitors, the object of phenomenon itself and the image presented of it”. (Sebuah objek wisata dapat dilihat sebagai hubungan dengan pengunjungnya, objek dari fenomena itu sendiri dan image yang disajikan).

Sehingga saya pun berkesimpulan bahwa baliho dan bilboard yang menampilkan beragam wajah para caleg ini sebagai suatu fenomena baru dalam atraksi wisata yang saya sebut sebagai ‘Wisata Wajah’.

Atraksi Wisata Wajah ini sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai suatu wisata musiman. Mengapa? Karena hanya dapat dinikmati sekali dalam satu periode waktu; 5 tahun sekali. Dengan adanya wisata wajah, setidaknya dapat menjadikan suasana kota Manado dan kota-kota lainnya lebih semarak meskipun teman saya di atas lebih ingin melihat baliho dan bilboard yang menampilkan atraksi wisata atau destinasi unggulan yang perlu dikunjungi. Tapi tidak apa-apalah, wisata wajah dan moment pemilihan caleg, pilkada, dan presiden ini juga khan suatu atraksi dan pengalaman yang perlu dinikmati dan tidak terjadi setiap tahun.

Warga kota pun dapat menjadikan tampilan wisata wajah ini sebagai suatu pengisi waktu di saat mungkin sedang menunggu lampu lalu lintas berganti, janjian dengan teman/sudara, ataupun sekedar menikmati pemandangan wajah yang cantik dan ganteng, karena hampir semua wajah caleg yang dipajang pada baliho pasti menampilkan foto terbaik. Jarang atau bahkan tidak pernah saya melihat wajah caleg yang bermuka ‘masam’ yang di-display.

Kesemuanya menampilkan foto dan kostum terbaik, bahkan saya pikir beberapa caleg adalah artis lokal maupun nasional karena wajahnya sudah tidak saya kenali (mungkin hasil editan atau memang demikianlah adanya) padahal beliau adalah kenalan saya. Well, setidaknya dilihat sisi positif saja dari wisata wajah ini yakni wajah-wajah di baliho itu dipakai sebagai pengisi waktu daripada berpikir atau berangan-angan hal yang bukan-bukan.

Mengakhiri percapakan saya dengan teman lama, kami berdiskusi tentang sustainable tourism (pariwisata berkelanjutan) dimana topik ini sedang didengungkan di seluruh dunia untuk melestarikan lingkungan hidup. Kami berharap para caleg maupun tim sukses masing-masing untuk dapat membersihkan dan mencari cara menyimpan baliho dan bilboard yang terbuat dari bahan plastik setelah masa kampanye dan sosialisasi berakhir. Setidaknya Wisata Wajah ini tidak menghasilkan sampah plastik yang dapat merusak ekosistem dan pencemaran lingkungan.

Ingat, sampah plastik butuh ratusan tahun untuk terurai. So, untuk saat ini, mari jo nikmati Wisata Wajah sambil terus memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *