MANADO Nusantaraline.com – Realisasi Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Sulawesi Utara (Sulut), capaiannya telah melampaui rata-rata nasional. Namun faktanya masih terdapat sejumlah kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah regulasi atau kebijakan.
Menurut Wakil Gubernur Sulut Steven OE Kandouw Kandouw sasaran SDGs merupakan upaya, ikhtiar yang mulia, yang sudah di sepakati oleh dunia, yang ditargetkan pada 2030 mendatang untuk dicapai.
“Sisa 6 tahun ini kita berupaya sebaik mungkin. Di mana ada niat di situ ada jalan. Kerja ini harus dilakukan secara simultan. Istilah saya gotong royong, istilah lain pentahelix yang melibatkan kampus-kampus, pers dan ormas lainnya,” jelasnya.
Meski capaian Sulut di atas rata-rata Nasional, Kandouw optimistis bisa tercapai lebih dari saat ini.
“Tadi dikatakan bahwa capaian Sulut di atas rata-rata nasional. Menurut hemat saya kita pasti masih bisa lebih dari itu,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, bahwa banyak tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah untuk mewujudkan sasaran-sasaran tentang SDGs di Sulut.
“Waktu lalu, dengan adanya Covid-19, kita semua jungkir balik, sasaran-sasaran kita tentang SDGs ini banyak mengalami hambatan. Tahun kemarin, Pemprov Sulut dan daerah menghadapi masalah inflasi. Bahkan regulasi pemerintah pusat yang sering berubah-ubah. Belum lagi transfer pemerintah pusat ke daerah menurun, ini merupakan ironi untuk kita menciptakan SDGs dan lainnya,” ujar Kandouw.
Kendala lainnya, tambah Kandouw terkait dengan pengangkatan dan pembayaran P3K,
janji Pemerintah Pusat bakal membayar gaji
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang terjadi malah daerah yang membayar.
“THL di angkat jadi P3K, janjinya pemerintah pusat yang bayar, ternyata kepala daerah yang bayar. Ada juga P3K yang tidak direkrut dari THL kita,” sebutnya.
Bahkan menurut Kandouw, terdapat sejumlah regulasi yang dibisa dikatakan jadi hambat terhadap SDGs di Sulut.
“Belum lagi regulasi-regulasi lainnya, banyak yang dikotomi, bukan memberikan kemudahan, tapi memberikan kesulitan bagi kita. Namun begitu kita akan tetap berupaya agar SDGs ini tetap berhasil. Tetap kita lakukan, tidak boleh kita tawar. Jangan Tunggu 6 Tahun, tapi saat ini apa yang kita bisa lakukan, kita lakukan,” tukasnya.
Sebelumnya, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menjelaskan pentingnya SDGs.
Menurutnya, masa depan negara ini ada di Timur Indonesia. Bukan lagi di Jawa. Di Indonesia sudah ada 52 kampus yang memiliki SDGs Center.
“Kita harus memastikan kampus-kampus di Indonesia Timur memiliki SDGs Center. Unsrat harus menjadi motor penggerak di Indonesia Timur,” ujarnya sambil berharap, bahwa melalui kolaborasi dari semua pihak terus didorong untuk pengembangan SDGs Center.
Diketahui, SDGs center merupakan pusat pengembangan SDGs di kawasan Indonesia Timur untuk membantu program pemerintah Indonesia dalam mencapai 17 tujuan, 169 target dan 241 indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Secara khusus, SDGs Center ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan serta peningkatan kualitas hidup di Benua Maritim Indonesia (BMI) berbasis sains, teknologi, dan inovasi.
(Ain)